Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2014

23 Januari 2014

Capek itu, ketika pagi-pagi mau berangkat sekolah malah ujan. Berangkat bareng Shinta harus nganterin sampe SMP dulu. Waktu udah nyampe SMA baru keinget kalau sepatunya belum di ambil. Shinta di sms nggak bales, di telpon sinyalnya putus-putus, langsung cabut balik lagi ke SMP. Waktu udah nyampe SMP bingung mau gimana, terus tanya-tanya ke anak SMP itu dimana kelasnya Shinta. Di kasih tahu, tetep bingung, jadi terpaksa tanya lagi. Sampe di gedung kelasnya Shinta, bingung mau teriak-teriak atau langsung ke kelasnya. Karena laper, sayang suaraku juga kalau harus teriak, jadi langsung parkir motor, masih dengan helm dan jas ujan di badan, cabut ke deket tangga, keinget kalau kelasnya Shinta di atas. Tapi dengan bodohnya tanya lagi dimana kelas VIII U. Diatas nyari kelasnya Shinta, untung cuma ada 3 kelas aja, jadi langsung ketemu. Pintu kelas posisi lagi ketutup, langsung tak buka tanpa ngetuk pintu dulu, terus aku lihat temennya Shinta, Ina kalau nggak salah, tanya Shinta dimana. Shinta

Mendamba

Hujan datang lagi pagi ini, menyambutku dengan kerinduan yang mencekam, langit gelap, membuatku takut akan masa depan. Tiba-tiba seperti ada yang bergemuruh dalam dadaku, hujan itu membuatku rindu, hujan itu membuatku kembali mendamba, tanpa peduli bahwa rasa ini hanya aku yang punya. Hujan turun, langit digelantungi awan hitam, dia sembunyikan matahariku, dia yang juga membuat pagiku kelabu. Aku sendiri, menunggu bersama sepi, tanpa ada yang benar-benar mau peduli. Aku mencari, tersesat dalam sepi, sampai hati ini lelah pun tak kunjung kutemukan apa yang menjadi pengganjal hati. Lalu semua mengalir begitu saja. Dia dekat, sangat dekat, ada di depan mata, tapi terasa begitu jauh, tak tergapai, walau aku berlari kencangpun dia tetap tak tergapai. Aku tak tahu harus bagaimana, mungkin ini memanglah takdir yang ku punya, aku tak layak dicinta. Tapi aku ingin bahagia, hanya untuk sebentar saja, menikmati cinta dari orang yang ku damba. Bukan, bukan berarti aku ingin melupa

Hujan (lagi)

Hujan itu datang lagi, menyejukkan memang, tapi aku takut terjatuh lagi untuk kesekian kali, tanpa tahu cara untuk berdiri. Hujan itu datang lagi, yang kemudian mengingatkanku akanmu, tentang kenangan bahagia yang sederhana, yang juga ciptakan luka. Hujan itu datang lagi, bukan hujan yang sama memang, tapi sama-sama membuatku merindu, kepada seseorang yang tak layak ku damba. Hujan itu datang lagi, membuat perahu kertasku kembali menepi, tapi aku yakin, ini bukan untuk berhenti. Hujan itu datang lagi, tak apa, semoga saja cepat mereda, agar perahuku kembali melaju, agar aku bisa kembali bahagia. Rizki Firda Morata Martin @kikyfirda 20 Januari 2014 Catatan kecil di kala hujan

Maaf

Maaf Maaf Maaf Maaf Maaf Maaf Maaf Maaf Maaf Maaf Maaf Maaf Maaf Maaf Maaf Maaf Maaf Maaf Maaf Maaf Maaf Maaf Maaf Rizki Firda Morata Martin @kikyfirda 19 Januari 2014 Catatan kecil di kala hujan

Andai Saja

Andai saja saat itu mereka tidak berhenti, Andai saja saat itu tidak sedang ramai, Andai saja kami tidak bertemu dengan Adit dan Tun, Andai saja Aku tidak kembali untuk mengambil proposal, Andai saja Aku tak melihat Pak Tyo, Andai saja Iva tak memakai sandalnya Rama, Andai saja aku tak mengajak keluar lebih cepat, Andai saja Iva tak meminjamkan buku paketku padamu, Andai saja Kau tak bicara dengan Feby, Andai saja Bu Ari datang lebih cepat, Andai saja Sulis mengembalikan buku paketku lebih lambat, Andai saja Aku tak memberitahu kawan-kawan tentang rasaku padamu, Andai saja Feby bukan teman baikmu, Andai saja Feby dan Sekar bukan teman sekelasku, Andai saja Aku tak bertemu denganmu tanggal 5 September 2013 lalu, Andai saja Aku bukan sie konsumsi, Andai saja Aku tak ikut kegiatan Persami XXX, Andai saja Aku tak ikut pramuka, Andai saja Aku tak pernah ke rumahmu, Andai saja Aku tak pernah membeli stiker menara eiffel, Andai saja Madam Hida tak pernah menawari stiker

Hujan Pagi Itu

Kau tahu kenapa aku selalu membenci hujan di pagi hari? Alasannya sederhana Karena ia merusak pagiku! Aku selalu menyukai pagi. Aku menyukai kesegaran yang mengalir di tubuhku ketika mandi, Aku menyukai udara pagi yang membuatku tenang, Aku menyukai melihat anak-anak berseragam yang bersepeda bersama-sama ke sekolah, Aku menyukai melihat satu persatu bangku di kelas terisi, Aku menyukai mereka yang datang tergesa-gesa dan segera menghambur ke kelas untuk mengerjakan PR, Aku menyukai melihatmu berangkat sekolah dengan santainya menggunakan sepatu hitam-orangemu itu. Tapi hujan pagi itu merusak semuanya, Aku kedinginan saat mandi, Udara pagi yang bercampur hujan membuat perutku mulas, Hujan membuat pandanganku kabur terhadap sekeliling, Hujan menghalangi perjalananku ke sekolah untuk berangkat lebih awal, Hujan membuatku melupakan PR, Hujan memaksaku belajar dengan pakaian yang basah, Dan parahnya, Aku tak melihatmu. Tapi entah kenapa, aku bahagia. Mungkinkah itu

Bagaimana?

Bagaimana jika rumah bukan lagi tempat yang nyaman untuk kembali pulang? Bagaimana jika kehangatan yang dulu selalu kau rasakan tiba-tiba hilang? Bagaimana jika kau tahu semua kesalahanmu namun tak berani meminta maaf? Bagaimana jika kau kehilangan seseorang yang sangat kau percaya untuk bercerita? Bagaimana jika kau berusaha memperbaiki setiap kesalahan namun tak ada hasilnya? Bagaimana jika kau kecewa tapi akhirnya tak mampu berbuat apa-apa? Bagaimana jika kau menjadi selalu ingin menangis setiap hari? Bagaimana? Rizki Firda Morata Martin @kikyfirda 17 Januari 2014 Catatan kecil di kala hujan