PERADABAN LEMBAH SUNGAI INDUS (SHINDU)
PERADABAN LEMBAH SUNGAI INDUS (SHINDU)
Peradaban lembah Sungai Indus (Shindu) terletak di Asia Selatan.
Daerah itu sekarang terbagi menjadi Republik India, Republik Pakistan, dan
Republik Bangladesh. Wilayah India sekarang terediri dari daerah India Utara (Uttarpradesh), India
Tengah (madyapradesh), dan India Selatan (Andhrapradesh). Ketiganya
mempunyai iklim yang berbeda.
Daerah India Utara sebagaian besar
merupakan dataran tinggi. Daerah itu dibatasi oleh Pegunungan Himalaya di utara dan
Pegunungan Hindu Kush di barat. Keduanya merupakan benteng alam yang
memisahkan India dengan negara-negara tetangganya. Di daerah punjab(kashmir) yang
subur, terdapat pusat peradaban tertua, yaitu kota Mohenjodaro dan Harappa.Daerah
itu sekarang menjadi wilayah negara Pakistan. Iklimnya subtropis.
Daerah India Tengah sangat luas, terdiri dari lembah Sungai Indus
(disebut juga Sindhu, wilayah Pakistan sekarang), daerah lembah Sungai Gangga,
dan lembah sungai Brahmaputra (sebagaian merupakan wilayah Bangladesh). Batas di
sebelah selatan ialah pegunungan Windhya. Daerah India Tengah selalu menjadi
rebutan berbagai bangsa karena tanahnya subur.
Daerah India selatan dikenal dengan sebutan daerah Dekkan, letaknya
di selatan Pegununggan Windhya. Tanahnya tandus, tetapi kaya tambang batu
permata, banyak kuil-kuil indah. Di pantai barat ada Pegununggan Ghats Barat dan
pantai timurPegunungan Ghats timur. Iklimnya tropis.
Penduduk asli India bermacam-macam seperti bangsa Dravida, Telugu,
dan Munda. Mereka menggunakan beberapa bahasa, seperti bahasa Hindi, Telugu,
Tamil, Urdu, dan Benggali. Bangsa Dravida berkulit kehitam-hitaman dan
berhidung pesek. Mereka dikenal juga dengan sebutan dasa (hamba).
Sejak zaman prasejarah tanah India sering didatangi oleh bangsa-bangsa dari
Asia Tengah seperti bangsa Arya. Mereka itu tertarik dengan kesuburan tanahnya.
Sebelum kedatangan bangsa Arya, bangsa asli India sudah mempunyai
kebudayaan yang tinggi. Sisa-sisa kebudayaan itu ditemukan di lembah Sungai
Indus (Shindu). Pusatnya di kota Mohenjodaro dan Harappa. Kota Mohenjodaro dan
Harappa merupakan pusat kebudayaan tertua. Kota Mohenjodaro letaknya di dekat
Sungai Ravi, sedangkan kota Harappa agak lebih ke utara.
Di India terdapat berbagai bahasa, di antaranya yang terpenting yaitu
sebagai berikut.
1.
bahasa Munda atau bahasa
Kolari. Bahasa ini terdapat di Kashmir.
2.
Bahasa Dravida, mempunyai
14 macam, seperti Tamil, Telugu, Kinare, Malayam, Gondhi, dan Berahui.
3.
Bahasa Indo-Jerman, mempunyai
bahasa daerah sembilan belas macam, salah satunya adalah bahasa Sanskerta dan
Prakreta.
4.
Bahasa Hindustani. Bahasa
ini muncul di Delhi dan merupakan percampuran antara bahasa Arab, Parsi, dan
Sanskerta. Bahasa ini disebut pula bahasa Urdu.
Penemuan arkeologis di Mohenjodaro-Harappa mulai terjadi ketika para
pekerja sedang memasang rel kereta api dari Karachi ke Punjab pada pertengahan
abad ke-19. Pada waktu itu, ditemukan benda-benda kuno yang sangat menarik
perhatianJenderal Cunningham, yang kemudian diangkat
sebagai Direktur Jendral Arkeologi di India. Sejak saat itu, maka dimulailah
penggalian-penggalian secara lebih intensif di daerah Mohenjodaro- Harappa.
1. Keadaan Sosial Budaya
Penggalian-penggalian di situs Mohenjodaro-Harappa, mengungkapkan bahwa
pendukung peradaban ini telah memiliki
tingkat peradaban yang tinggi. Dari bukti-bukti peninggalan yang didapat, kita
memperoleh gambaran bahwa penduduk Mohenjodaro-Harappa telah mengenal adat
istiadat dan telah mempunyai kebiasaan-kebiasaan dalam masyarakatnya. Misalnya,
banyak ditemukan amulet-amulet atau benda-benda kecil sebagai azimat yang
berlubang-lubang, diasumsikan digunakan sebagai kalung. Lalu, ditemukan juga
materai yang terbuat dari tanah liat, yang kebanyakan memuat tulisan-tulisan
pendek dalam huruf piktograf, yaitu tulisan yang bentuknya seperti gambar.
Sayangnya, huruf-huruf ini sampai sekarang belum bisa dibaca, sehingga misteri
yang ada di balik itu semua belum terungkap.
Benda-benda lain yang ditemukan di kawasan Mohenjodaro-Harappa adalah
bermacam-macam periuk belanga yang sudah dibuat dengan teknik tuang yang
tinggi. Selain itu ditemukan juga benda-benda yang terbuat dari porselin
Tiongkok yang diduga digunakan sebagai gelang, patung-patung kecil, dan
lain-lain. Dari hasil penggalian benda, dapat diasumsikan bahwa teknik menuang
logam yang telah mereka lakukan sudah tinggi. Mereka dapat membuat piala-piala
emas. Mereka dapat membuat piala-piala emas, perak, timah hitam, tembaga,
maupun perunggu. Penduduk Mohenjodaro-Harappa sudah mampu membuat perkakas
hidup berupa benda tajam yang dibuat dengan baik. Namun, senjata seperti
tombak, ujung anak panah, ataupun pedang, sangat rendah mutu buatannya. Hal ini
mengindikasikan bahwa penduduk Mohenjodaro-Harappa merupakan orang-orang yang
cinta damai, atau dengan kata lain tidak suka berperang. Pada masa ini pula,
diduga masyarakat Mohenjodaro-Harappa telah mengenal hiburan berupa tari-tarian
yang diiringi genderang. Di tempat penggalian ini juga ditemukan alat-alat
permainan berupa papan bertanda serta kepingan-kepingan lain. Masyarakat
Mohenjodaro-Harappa telah mempunyai tata kota yang sangat baik. Masyarakat
pendukung kebudayaan ini juga dikenal mempunyai sistem sanitasi yang amat baik.
Mereka mempunyai tempat pemandian umum, yang dilengkapi dengan saluran air dan
tangki air di atas perbentengan jalan-jalan utama.
2.
Kehidupan Masyarakat
Dari
sisa bangunannya, kedua kota itu dibangun dengan perencanaan yang baik dan
memenuhi persyaratan kesehatan, keindahan, dan pertahanan. Bangunan umumnya
dibuat dari batu bata. Rumah-rumah besar dibangun di tepi jalan raya. Jalan
dibuat selebar 8 meter, membujur arah utara-selatan. Setiap 40 meter ada jalan
kecil selebar 1.5 - 3 meter memotong dari arah barat-timur sehingga membentuk
blok-blok. Jalan-jalan yang lebar dan saling berpotongan membuat angin leluasa
bertiup dan membuat rumah menjadi sejuk. Semua pintu rumah menghadap ke jalan
dan setiap rumah mempunyai tangga naik ke atap. Keadaan itu seperti rumah-rumah
di daerah itu sekarang.
Hasil
rekonstruksi sisa bangunan di kota Mohenjodaro menunjukan adanya bangunan rumah
yang bertingkat tiga. Bangunan itu dilengkapi dengan pipa-pipa dari tanah liat.
Pipa itu dipakai untuk menyalurkan air dan segala kotoran dari tingkat paling
atas dan bermuara di selokan di dalam tanah. Bentuk bangunan baik di
Mohenjodaro maupun di Harappa menyerupai benteng. Di kota Mohenjodaro ditemukan
sebuah bangunan berfungsi sebagai kolam pemandian besar dilengkapi pipa-pipa
air. Ukurannya 45 x 22.5 meter. Selain itu, ada gudang gandum, tempat peleburan
logam, tempat menenun kain, tempat bermusyawarah, dan tempat pemujaan lengkap dengan
arcanya. Bangunan yang serupa juga ditemui di kota Harappa.
Di
waktu luang mereka memelihara binatang seperti anjing, kucing, monyet, burung
dan serangga. Anak – anak bermain peluit dan monyet dari tembikar yang menari
dengan ditarik tali. Orang dewasa memainkan permainan dadu, Penduduk Lembah
Indus merupakan masyarakat pertama di dunia yang menanam kapas dan mengolahnya
menjadi pakaian. Mereka juga membua perhiasan dari tembaga, penduduk laki –
lakinya membuat pisau cukur dari tembaga.
Jenis
transportasi yang mereka gunakan adalah kereta beroda yang ditarik lembu jantan
untuk mengangkut muatan berat di darat dan menggunakan perahu untuk menyusuri
sungai. Unta dan kuda beban digunakan untuk mengangkut barang dagangan ke
tempat yang jauh.
3.
Perkembangan Kepercayaan
Masyarakat Lembah Sungai Indus telah mengenal cara penguburan jenazah,
tetapi, hal ini disesuaikan dengan tradisi suku bangsanya. Di Mohenjodaro
contohnya, masyarakatnya melakukan pembakaran jenazah. Asumsi ini didapat
karena pada letak penggalian Kota Mohenjodaro tidak terdapat kuburan. Jenazah
yang sudah dibakar, lalu abu jenazahnya dimasukkan ke dalam tempayan khusus.
Namun ada kalanya, tulang-tulang yang tidak dibakar, disimpan di tempayan pula.
Objek yang paling umum dipuja pada masa ini adalah tokoh “Mother Goddess”,
yaitu tokoh semacam Ibu Pertiwi yang banyak dipuja orang di daerah Asia Kecil. Mother Goddess digambarkan pada banyak
lukisan kecil pada periuk belanga, materai, dan jimat-jimat. Dewi-dewi yang
lain nampaknya juga digambarkan dengan tokoh bertanduk, yang terpadu dengan
pohon suci pipala. Ada juga seorang dewa yang bermuka 3 dan bertanduk.
Lukisannya terdapat pada salah satu materai batu dengan sikap duduk dikelilingi
binatang. Dugaan ini diperkuat dengan ditemukannya gambar lingga yang merupakan
lambang Dewa Siwa. Namun, kita juga tidak dapat memastikan, apakah wujud pada
materai tersebut menjadi objek pemujaan atau tidak. Meskipun demikian, dengan
adanya bentuk hewan lembu jantan tersebut, pada masa kemudian, bentuk hewan
seperti ini dikenal sebagai Nandi, yaitu hewan tunggangan Dewa Siwa.
4.
Politik dan Pemerintahan
Kondisi kehidupan perpolitikan pada masa transisi (pasca Harappa hingga
masa Arya), tampaknya mulai terganggu dengan menyusutnya penduduk yang tinggal
di kawasan Lembah Indus selama paruh kedua millenium II SM. Mungkin saja
terjadi karena pendukung kebudayaan Indus itu musnah atau melarikan diri agar
selamat ke tempat lain, sementara para penyerang tidak bermaksud untuk
meneruskan tata pemerintahan yang lama. Hal ini bisa terjadi karena diasumsikan
tingkat peradaban bangsa Arya yang masih dalam tahap mengembara, belum mampu
melanjutkan kepemimpinan masyarakat Indus yang relatif lebih maju, dilihat dari
dasar kualitas peninggalan kebudayaan yang mereka tinggalkan.
5.
Faktor Penyebab Kemunduran
Beberapa teori menyatakan bahwa jatuhnya peradaban Mohenjodaro- Harappa
disebabkan karena adanya kekeringan yang diakibatkan oleh musim kering yang
amat hebat serta lama. Atau mungkin juga disebabkan karena bencana alam berupa
gempa bumi ataupun gunung meletus, mengingat letaknya yang berada di bawah kaki
gunung. Wabah penyakit juga bisa dijadikan salah satu alasan punahnya peradaban
Mohenjodaro-Harappa. Tetapi, satu hal yang amat memungkinkan menjadi penyebab
runtuhnya peradaban Mohenjodaro-Harappa ialah adanya serangan dari luar.
Diduga, serangan ini berasal dari bangsa Arya. Mereka menyerbu, lalu
memusnahkan seluruhkebudayaan bangsa yang
berbicara bahasa Dravida ini. Hal ini sesuai dengan yang disebutkan pada kitab
Weda. Di dalam kitab itu, disebutkan bahwa bangsa yang dikalahkan itu ialah
Dasyu atau yang tidak berhidung. Dugaan tersebut didasarkan atas anggapan bahwa
orang-orang yang mereka taklukkan adalah orang-orang yang tidak suka berperang.
Hal ini bisa dilihat dari teknologi persenjataan yang kurang baik, misalnya
dari kualitas ujung tombak maupun pedang mereka. Bukti-bukti yang lain adalah
adanya kumpulan tulang belulang manusia yang terdiri atas anak-anak dan wanita
yang berserakan di sebuah ruangan besar dan di tangga-tangga yang menuju tempat
pemandian umum ataupun jalanan umum. Bentuk dan sikap fisik yang menggeliat,
mengindikasikan adanya serangan, apalagi jika melihat adanya bagian tulang
leher yang terbawa ke bagian kepala, ketika kepala itu terlepas dari tubuh.
Sejak 1500 SM, peradaban Mohenjodaro-Harappa runtuh, tidak lama setelah bangsa
Arya itu memasuki wilayah India lewat Iran. Sejak saat itu, dimulailah masa baru
dalam perkembangan kebudayaan India di bagian utara.
6.
Masa Arya
a. Perkembangan agama Hindu dan Kerajaan Gupta
Pada tahun 1500 SM, bangsa
Arya yang berasal dari Asia Tengah masuk ke wilayah India melalui Celah
Khaibar. Kedatangan mereka mendesak bangsa Dravida. Bangsa Arya yang merupakan
bangsa penggembala berkulit putih dan badan tinggi besar berperang beberapa
lamanya dengan bangsa Dravida. Peperangan tersebut mengakibatkan bangsa Dravida
pindah ke selatan, namun ada juga yang tetap bertahan dan melakukan interaksi
dengan bangsa pendatang tersebut. Interaksi yang terus-menerus itu menimbulkan
asimilasi kebudayaan, yaitu lahirnya kebudayaan Hindu yang merupakan
percampuran kebudayaan Dravida dan Arya. Pada perkembangannya, agama Hindu
mengalami beberapa kali perubahan yaitu sebagai berikut.
1) Fase Weda
Pada masa ini masyarakat
Hindu mendasarkan hidupnya agar sesuai dengan ajaran Weda. Kitab Weda terdiri 4
kitab yaitu: Regweda, Samaweda, Yajurweda, dan Atharwaweda. Regweda merupakan
kitab yang berisi syair puji-pujian pada dewa. Samaweda berisi nyanyian-nyayian
untuk upacara-upacara keagamaan. Yajurweda berisi doa-doa puisi dan prosa.
Adapun Atharwaweda berisi doa-doa untuk penyembuhan penyakit, ilmu sihir, dan
doa-doa untuk peperangan. Kitab-kitab tersebut merupakan pegangan bagi
masyarakat Hindu. Namun, pada umumnya mereka hanya mempelajari tiga kitab saja,
karena mereka menilai Atharwaweda memiliki kecenderungan kepada ilmu sihir.
Tidak semua kalangan Hindu menolak Atharwaweda. Ada sebagian kalangan, terutama
para Brahmana, yang mempelajarinya dengan tujuan untuk menangkal ilmu sihir.
Pada fase Weda umat Hindu menyembah banyak dewa (politheisme), salah satu dewa
terbesar adalah Dewa Indra, Ganesa.
2) Fase brahmana
Pada fase ini kaum
Brahmana menjadi kelas tersendiri dalam masyarakat Hindu yang memiliki
keistimewaan yaitu kedudukan yang tinggi. Memang, dalam sistem kasta, kaum
Brahmana mendapat posisi tertinggi, yang disusul oleh kaum Ksatria yang terdiri
atas raja dan para bangsawan serta prajurit. Kasta ketiga yaitu Waisya yang
terdiri atas para pedagang, dan keempat adalah kasta Sudra. Kaum Brahmana
mendapat tempat yang tertinggi dalam agama Hindu disebabkan kemampuan mereka
dalam menerjemahkan dan memahami kitab Weda. Pada fase ini banyak sekali diadakan
upacara-upacara yang wajib dihadiri dan dipimpin oleh kaum Brahmana. Dengan
demikian, kedudukan Brahmana menjadi teramat penting.
3) Fase uphanisad
Pada fase ini terjadi
pemberontakan terhadap kaum Brahmana, baik yang dilakukan oleh Ksatria (melahirkan
agama Buddha dan Jaina) maupun yang dilakukan oleh masyarakat kebanyakan. Pada
masa ini berkembang paham atheisme, masyarakat berbondong-bondong meninggalkan
agama Hindu.
4) Fase Hindu Baru
Kaum Brahmana kembali
berusaha memperbaiki ajaran Hindu yang mulai ditinggalkan pengikutnya, maka
lahirlah Agama Hindu Baru. Pada masa ini muncul tiga dewa besar (Trimurti)
yaitu Siwa (dewa perusak), Wisnu (dewa pemelihara), dan Brahma (dewa pencipta).
Ajaran Hindu berkeyakinan tentang adanya reinkarnasi, yaitu suatu pemahaman
bahwa hidup ini akan terus berulang jika manusia tidak dapat melepaskan diri
dari nafsu. Untuk lepas dari lingkaran
Samsara tersebut, maka penganut Hindu harus menyesuaikan hidupnya sesuai Weda
dengan melaksanakan dharma sesuai tuntunan kaum Brahmana. Pada masa itu bangsa
Arya mendirikan Kerajaan Gupta. Kerajaan ini diperintah oleh raja antara lain:
Chandragupta, Samudra Gupta, dan Candragupta
b. Perkembangan agama Buddha
Tokoh pendiri agama Buddha
adalah Gautama
Sakyamuni. Nama ini mengandung arti orang bijak dari Sakya, ia diperkirakan lahir pada
563 SM. Ia adalah putra seorang kepala daerah yang bernama Suddhodana di Kapilavastu, perbatasan
Nepal. Ketika umurnya sudah mencukupi, Gautama menikah dengan kemenakannya yang
bernamaYasodhara. Selang beberapa waktu,
Yasodhara melahirkan seorang anak yang bernama Rahula. Pada umur 29 tahun, Gautama memutuskan untuk meninggalkan
keduniawian, meninggalkan istana dan mengembara dengan jubah kuning. Sampai
pada suatu waktu, ketika Gautama sedang duduk di bawah sebatang pohon pipala diBodhi Gaya, ia menerima penerangan atau Bodhi. Di tempat itu kemudian dibangun candi
yang bernama Mahabodhi.
7.
Pengaruh Peradaban Lembah
Sungai Indus Terhadap Indonesia
Beberapa pengaruh peradaban Lembah Sungai Indus terhadap kebudayaan dan seluruh aspek kehidupan bangsa Indonesia antara lain sebagai berikut.
1.
Pembakaran dupa dan
kemenyan ketika akan melakukan upacara.
2.
Keyakinan tentang zimat
atau benda yang mempunyai kesaktian tertentu.
3.
Keyakinan pada batara
kala, upacara ruatan.
4.
Pengagungan pada cerita
Ramayana dan Mahabharata dalam cerita wayang
5.
Upacara wedalan (hari
lahir), sekaten, penanggalan Hindu, hari pasaran, perhitungan wuku, dan
upacara-upacara setelah kematian seseorang.
6.
Banyaknya kata-kata dalam
bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Sanskerta dan Pali.
7.
Olahraga pernapasan, yaitu
yoga.
8.
Islam yang berkembang di
Indonesia berasal dan dipengaruhi budaya India. Hal itu dibuktikan dengan
melihat hal-hal berikut:
a. Batu kubur atau nisan Sultan Malik As Saleh terbuat dari batu marmer yang
memiliki corak yang sama dengan yang ada di India pada abad ke-13, relief yang
terdapat dalam makam Sultan Malik As Saleh memiliki corak yang sama dengan yang
ada di kuil Cambay India.
b. Adanya unsur-unsur Islam yang menunjukkan persamaan dengan India, salah
satunya cerita atau hikayat tentang nabi dan pengikutnya sangat jauh dari
cerita-cerita Arab, tetapi malah lebih mirip dengan cerita dari India.
Komentar
Posting Komentar