Sahabat


SAHABAT

Sahabat. Sesosok orang yang selalu menemani kita kala berada di atas ataupun saat kita berada di bawah. Sahabat. Sesosok orang yang menyayangi kita tanpa memandang rupa maupun harta. Katanya.
Sahabat? Aku yakin kalian pasti punya minimal seorang sahabat. Aku juga punya banyak orang yang aku anggap sebagai sahabat. Di SD, ada Rika, Anis, Ida, Ana, Nurul. Kami selalu bermain bersama, satu kelompok kerja sampai lulus, berbagi tawa, hingga selalu ada saat salah satu diantara kami berduka. Persahabatan yang indah bukan? Haha. Walaupun indah, persahabatan itu sangat rapuh. Terlalu tinggi hingga mudah digoyahkan angin. Perkara kecilpun dapat meretakkan persahabatan kita. Aku merasa wajar saja, masih anak-anak.
Di SMP, Rika masih ada dalam daftar sahabatku ketika yang lain kucoret begitu saja. Aku mudah menganggap seseorang sebagai sahabatku, untuk kemudian kucoret begitu saja bila tak lagi bersama. Aku mencari seorang sahabat yang selalu ada untukku, meski jarak menjadi jurang pemisah diantara kami. Selain Rika, ada Dara, Elsa, Lina, Amdha, Ana, Feri, Tri, Vivie, dan Ari. Kenapa tak coret? Ada banyak alasan. Tapi alasan utamanya adalah hal sepele yang penting untukku. Mereka tidak mengucapkan ‘selamat ulang tahun’ untukku. Sesederhana itu.
Seperti ada yang membebani perasaanku ketika aku mencoret beberapa nama diantara mereka. Aku ingat saat-saat kebersamaan kami. Luar biasa indahnya. Walau akhirnya hancur karena jarak yang terlalu kuat melawan.
Aku adalah orang yang sangat menghargai kejujuran. Sekecil apapun masalahnya. Dan itu yang membuatku merasa pantas mencoret nama ‘Elsa’ dalam daftar sahabatku. Dia berbohong. Aku hanya merasa sakit hati saat itu. Dia tahu, tetapi dia berpura-pura tidak tahu. Tidakkah kamu ingat, Sa? Aku adalah pengamat yang cukup baik.
Lina, Amdha, Ana, Feri, Tri, Vivie. Sebenarnya tak ada alasan bagiku untuk memberikan garis horisontal ditengah nama mereka. Tapi masihkah harus aku menyebut mereka sahabat bila jarak benar-benar membutakan mata kami? Komunikasipun tak ada! Ucapan selamat ulang tahun apa lagi! Awalnya kami memang bisa mengatasinya, tapi seiring berjalannya waktu, kami disibukkan oleh kegiatan masing-masing. Aku dengan urusanku. Mereka dengan urusan mereka sendiri. “Bagiku agamaku, bagimu agamamu!” *eh salah, kita kan seiman semua. Yang bener “Bagiku urusanku, bagimu urusanmu.”
Di SMA, sulit nentuin mana yang bisa dibilang sahabat atau hanya teman biasa. Semua akur, akrab, dan kompak. Tapi yang pasti, ada Nila, Sulis, Elsy, Jihan, dan Nanda. Mereka cewek-cewek kece nan pinter di kelas. Agak minder juga bergaul sama mereka-mereka. Gimana enggak? Mereka anak orang mampu, duwit ngalir lancar, gampang beli ini-itu, gampang pergi sana-situ, dan yang pasti dapet perhatian yang melimpah ruah dari ortu, khususnya Nanda, Jihan, sama Elsy tuh.
Itu salah satu resiko memilih sahabat dari kalangan atas (hati yang memilih, tidak bisa dihindari atau dipaksa), sulit mengikuti alur yang muncul. Sedikit-sedikit harus lihat isi dompet. Kadang nggak bisa ngimbangi, sampai harus nyuri uang jatah besok. Alhasil, besoknya harus puasa! Haha. Selain itu, dan merupakan resiko terbesar adalah, tiap jalan bareng jangan harap dilirik cowok deh ya. Kanan-kiri ada bidadari-bidadari gitu. Ya jelas cowok bakal milih yang pasti-pasti aja dong ya. Walaupun akunya nggak pengen pacaran dulu, tapi pasti ada dong ya rasa iri kayak gitu. Kadang tapi. Soalnya saya cenderung ke cuek kalau urusan gituan.
Bahasanya beda banget ya? Antara yang paling atas sama yang bawah? Alah, biarin lah, sekarang aku gini adanya. Haha.
Kapan-kapan aku pengen bahas nama-nama tadi yang muncul satu persatu. Tapi itu baru sahabat aku yang cewek. Aku juga punya sahabat cowok loh :D
Cukup buat kali ini yah, bye bye bye :*



@Kikyfirda
Rizki Firda Amalia
14 Mei 2013

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Contoh Pidato Ketua Osis Dalam Rangka Perpisahan Kelas IX

29 Maret 2017

Tempat Singgah